Tafsir Budaya Atas Transisi Kebudayaan Maya
Kehidupan terus berputar, pemikiran manusia semakin
berkembang, teknologipun semakin canggih. Perubahan-perubahan baik dari bidang
sosial maupun teknologi terus berlanjut. Cara berpikir masayarakat yang terus
berinovasi membuat keadaan saat ini begitu berbeda zaman dahulu. Dimana keadaan
saat ini semuanya beegerak sangat cepat, manusia seakan berlomba-lomba. Teknologi
yang semakin canggih membuat jarak seakan tak berarti, face to face mulai
tergeser, semuanya tidak perlu dilakukan dengan bertatap muka, dengan
masing-masing terhubung dengan skype rapat sudah mulai bisa laksanakan, belajar
tak perlu lagi berkumpul disuatu ruangan kelas dengan seorang guru didalamnya,
cukup dengan e-learning semuanya sudah bisa. Pekerjaang yang dulu harus kita
lakukan sendiri, seperti mencuci, memasak nasi, dan menyetrika semuanya telah
ada alatnya, sehingga kita hanya perlu duduk tenang menunggunya. Ya zaman
sekarang semuanya serba mudah dan serba cepat.
Membicarakan keadaan saat ini yang semuanya serba
cepat dan mudah tentu tak bisa dilepaskan dengan kemajuan dan kecanggihan dalam
bidang teknologi. Salah satunya adalah internet. Internet yang biasa kita sebut
juga dengan dunia maya atau cyberspace merupakan representasi grafis interaksi
manusia melalui dunia tanpa batas geografis. Suatu tempat dimana semuanya tidak
nampak secara nyata tetapi ada. Sehingga tidak heran dunia maya ini menjadi
tempat favorit ekspresi manusia. Kita tidak perlu takut untuk dihina atau
ditertawakan karena kita tidak bertemu secara langsung. Kita bisa dengan sesuka
hati kita menampilkan profil diri kita secara asli atau palsu. Maka tak heran
banyak orang yang kita jumpai di dunia maya begitu ekspresif dan banyak
berbicara, tetapi menjadi sosok yang pendiam di dunia nyata.
Fasilitas-fasilitas lain yang ditawar di dunia maya
pun tak kalah memanjakan manusia, e-learning, e-banking, e-market dan e- e-
lainnya. Kita tak perlu repot pergi ke bank hanya untuk mentransfer uang, kita
tak perlu repot-repot mengunjungi toko satu ke toko lainnya untuk berbelanja.
Kita cukup duduk manis di tempat kita dengan memilih barang apa yang akan kita
beli.
Kecanggihan teknologi yang kita rasakan dan
globalisasi yang merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari tanpa kita sadari
telah merubah gaya hidup kita. Keduanya menjadi faktor perubah kebudayaan.
Untuk melihat perubahan tersebut, Hendar Putranto menjelaskan ciri-ciri budaya
masyarakat pascamodern tersebut,yaitu :
1. Pengaruh
budaya dan media massa yang menjadi sedemikian kuat dalam hidup sosial dari
pada era sebelumnya.
2. Hidup
sosial dan ekonomi lebih berkisar pada konsumsi simbol-simbol dan gaya hidup
dari pada produksi barang yang menjadi
ciri khas dari era industri.
3. Serangan
atau kritik atas ide tentang realitas dan representasinya.
4. Yang
menjadi prinsip pemersatu dan produksi kultural adan imajinasi dan ruang, bukan
lagi narasi dan sejarah.
5. Muncullah
aneka macam prodi, pastiche, ironi, kitsch, dan eklektisme pop seperti tampak
dalam pementasan wayang kulit, dalam babak “ goro-goro” dimana tokoh Brima
didarat berbicara kepada Gatotkaca yang melayang di udara dengan menggunakan
mobile phone.
6. Bentu-bentuk
arsitektur urban menunjukkan gejala penonjolan hiburan, “leha-leha”, dan gaya
hidup, seperti paling jelas tampak dalam pusat-pusat perbelanjaan (mall), taman
hiburan, dan kompleks hunian, seperti real estate, kondominium, dan apartemen.
7. Hibriditas
dipuja, rigiditas, distingsi (klasifikasi, batas-batas, seperti batas antara
budaya tinggi atau elite dan budaya rendah atau popular) semakin mengabur atau
bahkan ditinggalkan.
Demikianlah
ciri-ciri budaya masyarakat menurut Hendar Putranto, apabila kita amati hal-hal
tersebut telah terjadi pada masyarakat kita. Dan memang tanpa kita sadari
kecanggihan teknologi dan globalisasi begitu berpengaruh terhadap segala bidang
kehidupan.
Membahas tentang dunia maya, dimana di tempat itulah
manusia berinteraksi tanpa batasan ruang dan waktu, tentu mengingatkan kita
kepada Facebook. Situs jejaring sosial yang begitu popular semenjak
keberadaannya. Situs ciptaan Mark Zuckerberg ini mendapat respon yang sangat
bagus dari masyarakat. Awalnya situs ini digunakan sebagai media untuk saling
mengenal bagi para mahasiswa Harvard saja tetapi karena kelebihannya, beberapa
kampus lain di sekitar Harvard pun meminta untuk dimasukkan ke dalam jaringan
Facebook.
Prospek Facebook yang sangat bagus, membuat
Zuckerberg menolak tawaran-tawaran yang sangat menggiurkan dari beberapa pihak
yang berniat membeli situs jejaring sosial ini. Seperti Friendster yang
menawarkan harga 10 juta US Dollar, Viacom seharga 750 juta US Dollar, Yahoo
seharga 1 milyar US Dollar dan Bill Gates yang ingin membeli seluruh saham
facebook, namun Bill Gates pada Oktober 2007 hanya dapat membeli 1,6% saham
facebook seharga 240 juta US Dollar.
Akhirnya pada bulan September 2006, Facebook membuka
pendaftaran untuk siapa saja yang memiliki alamat e-mail untuk bergabung dengan
situs ini. Dan terbukti bahwa facebook memang mendapat respon yang begitu bagus
dari masyarakat, terlihat pada tahun 2007 penamban 200 ribu account baru
perharinya. Dan menurut data statistik terdapat 34 juta user facebook aktif
pada tahun 2007 yang membuat facebook naik peringkat dari posisi ke 60 menjadi
posisi ke 7 situs yang paling banyak dikunjungi.
Di Indonesia sendiri pun tak ketinggalan menyambut
situs jejaring sosial ini. Semua masyarakat seakan berlomba-lomba membuat akun
facebook. Hingga para musisi pun membuat karyanya yang berbau dengan facebook, seperti
Saykoji dengan lagunya Online yang saat itu begitu sangat popular. Hingga
Majelis Ulama Indonesia (MUI) di daerah Jawa Timur sempat menyatakan haram
beberapa tahun lalu, namun seakan menutup telinga, masyarakat tetap
menggandrungi situs tersebut.
Memang manusia pada dasarnya adalah makhluk yang
berinteraksi. Baik berinteraksi secara fisik atau nyata. Namun tentunya
perkembangan teknologi komunikasi itu harus kita cerna dalam metabolisme
pikiran tentang makna kehidupan manusia sejatinya, yaitu interaksi dan
komunikasi dalam dunia nyata. Hal ini bertujuan agar terciptanya institusi
masyarakat yang nyata, bukan maya yang sudah mengalami proses simulakra. Karena
sesuai dengan pendapat Beger dan Luckmann, bahwa institusi masyarakat tercipta
dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Apabila
tindakan dan interaksi masyarakat yang nyata maka akan menghasilkan institusi
yang nyata pula, dan apabila tindakan dan interaksi masyarakat maya maka akan
menghasilkan institusi masyarakat yang maya pula. Menjadi institusi masyarakat
yang nyata atau institusi masyarakat yang maya, semuanya ada di tangan kita.
0 comments