PENGARUH PEMBANGUNAN KAWASAN GADING SERPONG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR
PENGARUH
PEMBANGUNAN KAWASAN GADING SERPONG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR
Oleh
: Anna Fitriana
Pendidikan
Sosiologi 2013 Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
Pendahuluan
Tempat tinggal
merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan. Dahulu, ketika seseorang
ingin memiliki sebuah tempat tinggal, lokasi, akses dan lingkungan sekitar
dimana tempat tinggal tersebut berada bukan merupakan suatu prioritas utama
yang perlu untuk dipikirkan. Namun saat ini, seiring dengan perubahan yang terjadi,
kemacetan, kepadatan penduduk serta gaya hidup yang semakin kompleks, membuat
masyarakat mencari konsep tempat tinggal yang nyaman serta fasilitas yang
lengkap. Hal ini membuat para industri properti berlomba-lomba dalam mewujudkan
konsep hunian masa kini dengan akses yang mudah serta berbagai macam fasilitas
di sekitar lokasi potensial. Salah satunya, Grup Summarecon yang sebelumnya
telah berhasil mengembangkan area Kelapa gading, kali ini melihat sebuah peluang
baru pada salah satu kawasan hinterland, Tangerang.
Kawasan Gading Serpong
sekitar 20 tahun yang lalu merupakan wilayah “antah berantah” . Wilayah ini
merupakan perkampungan biasa yang juga dipenuhi hamparan hutan karet. Lalu pada
tahun 2004 Summarecon dan Paramount mengambil alih wilayah ini. Infrastruktur
mulai dibangun, pusat niaga perkantoran, ruko, sekolah, rumah sakit, club house hingga pusat perbelanjaan
atau mal di tengah-tengah perumahan atau cluster yang saat ini telah di
kembangkan oleh Grup Summarecon merubah kawasan yang dahulu merupakan
perkampungan biasa dengan dipenuhi oleh hutan-hutan menjadi kawasan eksklusif
yang diburu masyarakat.
Namun dibalik
perkembangan Gading Serpong yang cukup pesat, kemewahan serta infarstruktur yang
terlihat, masyarakat asli daerah tersebut harus mengalami penggusuran. Mau
tidak mau, suka tidak suka mereka harus pergi dari daerah tersebut. Segala
macam cara dilakukan oleh para pemodal agar pembangunan tetap terlaksana. Saat
ini hanya ada sekitar beberapa kampung yang masih bertahan, yang lokasinya tidak
terlihat karena tertutup oleh infrastruktur serta bangunan-bangunan eksklusif.
Tulisan ini menjelaskan
suatu perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat. Penulis melakukan suatu
studi kasus pada suatu kawasan yang dahulunya merupakan suatu perkampungan yang
dihiasi oleh hutan-hutan serta kebun-kebun dan saat ini telah menjadi kawasan
emas properti, yaitu gading Serpong. Dalam tulisan ini penulis menggunakan
metode qualititative research, dimana
dalam pengumpulan data-data penulis menggunakan studi literatur serta melakukan
wawancara. Pembahasan dalam tulisan ini akan dijabarkan dalam beberapa sub
judul yaitu, Gading Serpong saat ini, pertikaian antar kelas, dan the impacts.
Dalam sub judul Gading Serpong saat ini digambarkan bagaimana keadaan gading
serpong pada masa sekarang, serta sedikit perbandingan dengan keadaan
sebelumnya. Sub judul pertikaian antar
kelas menjelaskan bagaimana pengambil alihan wilayah yang dilakukan oleh
kelompok pemodal dari masyarakat asli daerah tersebut. Sedangkan sub judul the impacts menjelaskan
perubahan-perubahan atau dampak yang terjadi dari perkembangan pesat Gading
Serpong.
Gading
Serpong Saat Ini
Gading Serpong kini tak ayal merupakan sebuah kota elit di
wilayah Tangerang. Infrastruktur serta fasilitas yang tersedia cukup memanjakan
masyarakat yang tinggal atau pun mengunjungi kawasan ini. Pada tahun 2007,
Summarecon Serpong menghadirkan Summarecon Mal Serpong (SMS) yang pada saat itu
merupakan tahap pertama dan tahap kedua pada tahun 2011 membangun Summarecon
Mal Serpong 2 ditengah-tengah komunitas lokal Gading Serpong, Tangerang. Saat
ini pembangunan mal bergeser ke arah pemukiman penduduk karena untuk memicu
masyarakat diluar kota Tangerang untuk melirik wilayah Gading Serpong sebagai
investasi atau tempat tinggal dan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup warga
sekitar. Pihak Summarecon ingin menjadikan Summarecon Mal Serpong sebagai pusat
life-style dan fashion entertaining di wilayah Tangerang
Sejak tahun 2004 untuk tempat tinggal Grup Summarecon telah
mengembangkan sebanyak 48 cluster untuk kawasan hunian dan komersial yang
ditunjang oleh beberapa fasilitas pendukung seperti pasar modern, klub olah
raga dan rekreasi, golf course and club, dan rumah sakit. Mengenai fasilitas
pendidikan terdapat beberapa sekolah diantaranya Tunas Bangsa Christian School
dan Sekolah Terpadu Pahoa. Lalu pada tahun 2005 didirikan Universitas
Multimedia Nusantara dan pada tahun 2013 berdiri Surya University yang letaknya
berdekatan dengan Surya Research &
Education (SURE) Center.
Sedangkan pihak Paramount Serpong, selain membangun rumah,
juga mengembangkan kawasan komersial dengan membangun hotel bintang empat Aston
Paramount dan kawasan pedestrian mirip Orchard Road di Singapura.
Dapat diamati bahwa pembangunan Gading Serpong tersebut
terjadi dalam waktu yang relatif cukup singkat. Perkembangannya cukup pesat.
Menurut Yakub, penduduk sekitar yang berprofesi Wiraswasta, Gading Serpong
merupakan hamparan hutan dan kebun serta perkampungan- perkampungan kecil.
“Dulu, daerah gading itu masih kebun, saya inget masih banyak
kebun kelapa sawit, sekarang gedung, ruko, mal, sekolah, semuanya ada,” tutur
Yakub yang sudah cukup lama tinggal di Perum Kelapa Dua, salah satu perumahan
yang letaknya cukup dekat dengan Gading Serpong.
Gambar 1. Dari atas, kiri ke kanan : Cluster
Amethyst, Gerbang Cluster Amethyst Summarecon Mal Serpong dan UMN
Apabila kita kaitkan pembangunan dan perkembangan Gading
Serpong dengan konsep Marx Historical
Materialsm, yang mengungkapkan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
kedudukan materinya[1], yang selanjutnya Marx
mengangkat pemikiran August Comte tentang infrastruktur dengan supra-struktur.
Dimana menurut Marx implikasi dari konsep Historical
Materialsm adalah melihat economic
structure sebagai awal dari semua kegiatan manusia. Economic Structure adalah penggerak perubahan yang akan memimpin
perubahan termasuk proses perubahan sosial. Berawal dari pihak ambassador (
pengembang Gading Serpong) yang melihat kawasan ini memiliki potensi, lalu
pusat perbelanjaan, ruko-ruko dan fasilitas penunjang lainnya dibangun, dengan
interaksi-interaksi ekonomi yang mewarnainya sehingga membuat Gading Serpong
saat ini menjadi begitu hidup dan menjadi kawasan emas properti.
Pertikaian Antar Kelas
Ketika grup Summarecon mengambil alih wilayah Gading Serpong,
hak kepemilikan tanah pun berubah. Berbagai macam cara dilakukan agar konsep
pembangunan kota mandiri nan modern tersebut tetap terlaksana. “Ya pengambil
alihan lahan dilakukan berbagai macam cara, ada yang dibujuk, dirayu, dipaksa
bahkan diinterversi,” jelas Yakub. Jumlah perkampungan yang ada di gading
Serpong pun berkurang secara drastis, namun masih ada beberapa kampung yang
masih bertahan. Beberapa kampung yang masih bertahan diantaranya adalah Kampung
Panunggangan dan Kampung Kadipaten, Kampung Cibogo Wetan, dan Desa Curug
Saereng. Menurut penuturan Ibu Isah, salah satu warga Kampung Panunggangan,
masyarakat kampung mau tidak mau, tetap harus merelakan tanahnya. “Ya namanya
juga orang kecil, pasti kalah sama orang yang berduit de,” ucapnya. Masyarakat
asli Gading Serpong yang telah menjual
tanahnya mereka pun pindah, sehingga hal ini berdampak banyaknya pendatang di
kawasan ini.
Kampung-kampung yang masih bertahan bukan berarti mereka
dapat menjalani hidup dengan tenang. Berbagai macam bentuk inteversi atau
penekanan mereka alami. Salah satu contohnya Kampung Saereng yang lahannya sudah habis dijadikan real estate oleh Summarecon,
namun ada beberapa kepala keluarga kampung yang masih disisakan. Letaknya dibelakang
Dormitory kampus UMN (Universitas Multimedia Nusantara) yang tanah mereka belum
mau dijual.
Gambar 2. Kantor Kelurahan Curug Sangereng
Kantor Kelurahan Curug Sangereng yang bersebelahan dengan Kampung
Cicayur Bubulak masih di sisakan karena disebelahnya ada sekolahan SDN Cihuni
2, namun kondisinya sangat memprihatinkan. Jalan menuju kantor kelurahan sudah
ditinggikan disekitarnya sehingga akses ke sekolah SD cukup sulit, dan apabila
musim hujan akan terjadi banjir.
Bentuk intervensi lain yaitu seperti yang dialami oleh
Kampung Cibogo Wetan, pihak Ambassador (pengembang Gading Serpong) membangun tembok
beton yang memagari jalan sehingga dimana
ada sekitar 12 rumah warga menjadi tertutup akses keluar menuju jalan. Tembok
beton setinggi 1,5 meter itu, dibangun tanpa ijin warga. Kampung Cibogo Kulon
yang letaknya sekitar 1 km dari Kampung Cibogo Wetan tak luput dari perlakuan
intervesi, di kampung ini ada sekitar delapan rumah warga yang dikepung oleh
tembok beton yang mengelilingi pemukiman, bahkan di luar tembok digali lubang
tanah selebar 2 meter dengan kedalaman satu meter. Untuk menuju rumah mereka,
warga harus menempuh jalan melewati kebun dan semak belukar. Sehingga tak heran
ratusan warga dari kedua kampung tersebut melakukan aksi penolakan berupa pemblokiran
Jalan Gading Serpong yang melintasi jalan desa.
Kampung-kampung yang masih bertahan dikelilingi oleh real estate megah, sehingga menimbulkan
stratifikasi sosial yang membentuk pola hubungan antar kelas. Banyaknya ruko,
pusat perbelanjaan yang seharusnya dapat menyerap tenaga kerja termasuk
penduduk sekitar, namun, karena tingkat pendidikan yang rendah menjadikan
mereka tidak qualified dalam memenuhi
kriteria yang diinginkan. Lembaga-lembaga pendidikan yang tersedia yang notobene sekolah-sekolah bonafit yang
berada di sekitar Gading Serpong, sudah barang tentu menjadi sesuatu yang tak
terjangkau oleh masyarakat kampung tersebut. berdasarkan teori konflik Marx,
munculnya stratifikasi tersebut karena keterpaksaan menerima dan ketidak
berdayaan warga asli terhadap para pendatang (kelas atas). Stratifikasi sosial
berakibat pula terhadap diskriminasi disegala bentuk. Mulai dari tembok batas perumahan
hingga persyaratan tingkat pendidikan yang ditentukan kelompok kompleks untuk
calon penjaga toko, yang bagi Marx dianggap sebagai kontrol untuk tetap bisa
melanggengkan dominasinya.
The Impacts
Berubahnya Gading Serpong menjadi kawasan yang begitu hidup
seperti saat ini, berjajarnya ruko-ruko, pusat perbelanjaan, serta
huniah-hunian eksklusif yang menghiasinya tentu menghasilkan dampak-dampak perubahan
pada daerah sekitarnya. Dampak- dampak tersebut sebagai berikut.
Harga tanah naik. Gading Serpong menjadi kawasan potensial dengan
perkembangannya yang cukup pesat dalam kurun waktu 5 hingga 7 tahun terakhir. Sesaknya jumlah penduduk Ibu Kota dan ditambah makin
terbatasnya lahan juga menjadi salah satu faktor pendorong para investor berbondong-bondong
membangun proyeknya di wilayah suburban ini. Hal ini berdampak langsung
terhadap naiknya harga tanah di Gading Serpong. Harga tanah di kawasan ini saat
ini mencapai Rp18 juta per meternya. Angka ini naik drastis sekitar 300 persen
dibanding lima tahun yang lalu. Infrastruktur
yang sangat mendukung, seperti jalan yang luas, serta bebas banjir membuat
image kawasan ini menarik banyak minat.
Munculnya berbagai macam etnis. Pembangunan Gading Serpong
yang cukup pesat berimplikasi terhadap banyaknya para pendatang pada kawasan
ini. Hunian-hunian ekslusif ditambah lembaga pendidikan tinggi seperti
Universitas Multimedia Nusantara dan Surya University cukup berpengaruh banyak
terhadap hadirnya para pendatang. Penduduk asli saat ini justru menjadi
kalangan minoritas. Etnis tiongkok dapat dikatakan sebagai kelompok yang
mendominasi di Gading Serpong saat ini.
Kontrakan dan kos-kosan sebagai usaha baru masyarakat
sekitar. Dampak yang terjadi memiliki saling keterkaitan satu sama lain.
Termasuk banyaknya para pendatang dengan hadirnya kontrakan dan kos-kosan.
Banyaknya ruko, pusat perbelanjaan yang menghasilkan lapangan pekerjaan serta
hadirnya lembaga pendidikan tinggi yang
menghadirkan para pendatang berimbas terhadap munculnya kontrakan ataupun
kos-kosan. Hal ini terlihat dengan banyaknya kontrakan ataupun kos-kosan di
sekitar daerah kampung-kampung yang masih bertahan di kawasan Gading Serpong
dan di sekitar Perumahan Kelapa Dua, sebuah perumahan yang letaknya cukup dekat
dengan Gading Serpong.
Gambar 3. Kos-kosan di daerah Gading Serpong
dan sekitarnya
Kesimpulan
Salah satu karakteristik suatu masyarakat adalah bersifat dinamis,
perubahan merupakan sesuatu yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari.
Ketika suatu perubahan terjadi, tentu menimbulkan dampak baik positif maupun
negatif. Begitu juga halnya dengan yang terjadi di Gading Serpong. Konflik
antara pihak ambassador dengan penduduk asli mewarnai perubahan yang terjadi. Menurut Marx,
perubahan sosial hanya mungkin terjadi karena konflik kepentingan material
(benda) atau hal yang yang bersifat material (dibendakan). Konflik sosial dan
perubahan sosial berasal menjadi satu pengertian yang setara, karena perubahan
sosial berasal dari adanya konflik kepentingan material tersebut akan
melahirkan perubahan sosial.[2]
Namun
begitu, terdapat pula dampak-dampak positif yang terjadi akibat adanya
perubahan ini, seperti yang telah disebutkan, tingginya harga tanah, kontrakan
dan kos-kosan sebagai usaha baru masyarakat sekitar, dan tentu negara juga
termasuk salah satu pihak yang diuntungkan karena pajak dari kawasan ini lebih
tinggi dibandingkan ketika kawasan ini masih menjadi perkampungan biasa. Karena
realitanya disaat pembangunan menciptakan kemakmuran bagi seluruh bangsa, pada
saat yang sama pembangunan menciptakan kemelaratan bagi sebagian orang.[3] Dan hal ini terjadi tidak terlepas karena
kita berada pada era modern, dimana Comte dan Weber menyatakan bahwa
manusia modern merupakan manusia yang mengedepankan rasionalitas, wujudnya
adalah berkembangnya kapitalisme.
DAFTAR
PUSTAKA
Ritzer, George, Douglas J Goodman. 2012. Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul :
Kreasi Wacana
Rochajat Harun, Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial Perspektif
Dominan, Kaji Ulang dan Teori Kritis. Jakarta : Rajagrasido Persada
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.
Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, Dan
Poskolonial. Depok : PT Rajagrafindo Persada
Online :
Adhi Ksp. 2010.
Serpong, Dulu Hutan Karet, Kini Kawasan Emas Properti . (online) http://properti.kompas.com/read/2010/03/01/15252169/Serpong.Dulu.Hutan.Karet.Kini.Kawasan.Emas.Properti.
Diakses : 26 Oktober 2014
Cipta Ayu. 2004. (online) http://www.tempo.co/read/news/2004/10/28/05750026/Ratusan-Warga-Kembali-Blokir-Jalan-Gading-Serpong.
Diakses : 27 Oktober 2014
M. Thita. 2008. Ada apa dengan Pembangunan Kota
Serpong?. (online) http://thitamazya.blogspot.com/2008/08/ada-apa-dengan-pembangunan-kota-serpong.html.
Diakses : 28 Oktober 2014
Udin. 2010. Sejarah Kampung Curug Nagreg. (online) http://klinikhati2.blogspot.com/2010/11/sejarah-kampung-curug-nagreg.html.
Diakses : 28 Oktober 2014
Wdi. 2014. (online) http://economy.okezone.com/read/2014/02/10/475/938536/harga-tanah-di-gading-serpong-capai-rp18-juta-m2.
Diakses : 28 Oktober 2014
http://www.summareconserpong.com/
. Diakses : 26 Oktober 2014
[1] Agus
Salim. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan
Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya,
2002), hlm 29.
[2] Agus
Salim. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan
Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya,
2002), hlm 38
[3] Rochajat
Harun, Elvinaro Ardianto. Komunikasi
Pembangunan dan Perubahan Sosial Perspektif Dominan, Kaji Ulang dan Teori
Kritis ( Jakarta : PT Rajagrasido Persada, 2011), hlm 200
5 comments
makasih infonya.. salam kenal..
ReplyDeletelihat postingan terbaru ku nih..
sekolah di summarecon bekasi
sama sama ya, salam kenal juga
Deletesiip :)
hasil tulisan yang sangat realistis dengan kondisi sekarang yang memang banyak pengembang yang berlomba lomba untuk menciptakan hunian impian dengan lokasi strategis dan fasilitas yang lengkap, namun masih ada kekurangan tulisan ini yang seharusnya juga menggambarkan dampak negatif bagi warga sekitar seperti debu, suara bising pembangunan dan segi kemanan karena banyaknya alat berat yang digunakan untuk proyek pembangunan dengan penduduk yang lalu lalang di sekitarnya. Mohon agar dapat dijadikan bahan tulisan selanjutnya dengan topik "Dampak pembangunan Proyek Summarecon Bekasi" sy bersedia untuk dijadikan sebagai narasumber beserta warga sekitar.Terimakasih.
ReplyDeletewah terimakasih untuk sarannya :)
DeleteSaya adalah warga kampung.kawasan summarecon dan paramount gading serpong. Harga tanah di kawasan saya sangat murah dibandingkan harga yg di jual oleh developer tersebut.
ReplyDeleteMereka terkadang tak mementingkan kami akan pindah kemana dan berapa harga tanah yg akan kami beli nantinya.