Keadaan Politik di Indonesia Saat Ini
Berbicara mengenai
keadaan politik di Indonesia saat ini bukanlah merupakan sesuatu yang
menyenangkan. Keadaannya yang sudah campur aduk tidak beraturan membuat rasa
miris terhadap negeri ini terus bertambah. Berbagai kepentingan dari
masing-masing kelompok elit politik, telah menguburkan kepentingan utama itu
sendiri, kepentingan yang merupakan landasan tujuan dari negeri ini, yaitu
kepentingan rakyat. Terbayang ketika ada sebuah pertanyaan “kepentingan
siapakah yang perlu diperjuangkan?” mungkin masing-masing dari mereka menjawab
rakyat sambil menunjuk dirinya
sendirinya sambil berkata “kami adalah rakyat”. Maka tak heran media massa
dipenuhi oleh berita-berita mengenai perkelahian anggota DPR saat rapat, kisruh
KPK vs POLRI, kisruh PEMDA vs DPRD, kisruhnya suatu partai politik dan
kisruh-kisruh yang lainnya. Melihat cara kerja para petinggi negeri seperti
ini, maka tak heran pula kebijakan-kebijakan yang ada menghasilkan naik
turunnya harga bbm, melemahnya nilai tukar rupiah hingga mencapai hingga
mencapai Rp. 13.000 per 1 dollar AS, kurikulum pendidikan yang tak menentu,
kenaikan tarif listrik, angkutan dan bahan pokok. Hingga rakyat yang kembali
menjadi korban atas semua ini.
Apabila kita mundur
beberapa saat kebelakang, masih teringat dalam benak kita pada tanggal 20
Oktober 2014 lalu presiden ke 7 Indonesia resmi dilantik. Joko Widodo dan Jusuf
kalla sebagai pasangan pemenangan pemilihan presiden dan wakil presiden mulai
menginjakkan kaki di Istana Negara. Rakyat memiliki harapan besar terhadap
keduanya. Harga sembako yang murah, pelayanan kesehatan yang baik, kesempatan
pendidikan yang merata, impian akan kehidupan yang lebih baik ada di setiap
pemikiran rakyat Indonesia seiringan dengan terpilihnya pasangan presiden dan
wakil presiden ini. Janji-janji yang mereka teriakkan pada saat kampanye sukses
menimbulkan rasa optimis di benak rakyat.
Namun melihat keadaan
hingga hari ini, rakyat belum dapat bernafas lega. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan
masih jauh dari kebijakan yang pro-rakyat. Apabila kita coba kaitkan keadaan politik di Indonesia saat ini
dengan teori ideal tipe birokrasi Max Weber terdapat beberapa poin dimana
keadaan politik di Indonesia belum memenuhi karakteristik teori ini. Weber
menyebutkan bahwa karakter birokrasi tipe ideal diantaranya adalah pekerjaan
personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan
kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Apabila kita
melihat kembali background para
anggota DPR yang saat ini duduk manis di Senayan tentu akan membuat kita
berpikir kembali apakah mereka benar-benar berkompeten dengan pekerjaannya.
Banyaknya fenomena artis ‘nyaleg’ lalu terpilih karena popularitasnya,
seseorang yang berhasil terpilih menjadi anggota DPR karena memiliki banyak
modal, dapat menjadi faktor penyebab kerja DPR yang tidak maksimal. Tingkat
pendidikan yang tidak sesuai, kemampuan yang tidak dimiliki, sehingga tidak
heran fenomena “salah urus” terjadi, karena dikerjakan oleh orang-orang yang
memang tidak memiliki ilmunya. Tidak hanya anggota DPR namun juga sama halnya
dengan menteri, perekrutan yang dilakukan hanya atas dasar kedekatan, bagi-bagi
“tikar”, tidak memperhatikan latar belakang pendidikan, kemampuan, pengalaman,
dll. Karena setiap posisi/ ataupun pekerjaan dimanapun tempatnya haruslah diisi
oleh orang yang memang memiliki kemampuan/ ilmunya. Karena ketika diisi oleh
orang yang tidak memiliki ilmunya, maka yang terjadi adalah berantakan.
Bagimana dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik jika ilmunya saja tidak ada.
Lalu karakteristik lainnya adalah impersonality dan profesionalisme dalam
hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke
dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus
berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan organisasi.
Birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur
subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya
impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di
dalamnya. Hal inilah yang belum dilakukan oleh para petinggi negeri ini.
Kepentingan rakyat belum menjadi kepentingan bersama. Kepentingan partai dan
kepentingan kelompok lah yang masih menjadi kepentingan utama. Sehingga tak
heran kesemrawutan lah yang terjadi saat ini.
0 comments