PENGARUH PEMBANGUNAN KAWASAN GADING SERPONG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR

by - 11:45 AM

PENGARUH PEMBANGUNAN KAWASAN GADING SERPONG TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR
Oleh : Anna Fitriana
Pendidikan Sosiologi  2013 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Pendahuluan
Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan. Dahulu, ketika seseorang ingin memiliki sebuah tempat tinggal, lokasi, akses dan lingkungan sekitar dimana tempat tinggal tersebut berada bukan merupakan suatu prioritas utama yang perlu untuk dipikirkan. Namun saat ini, seiring dengan perubahan yang terjadi, kemacetan, kepadatan penduduk serta gaya hidup yang semakin kompleks, membuat masyarakat mencari konsep tempat tinggal yang nyaman serta fasilitas yang lengkap. Hal ini membuat para industri properti berlomba-lomba dalam mewujudkan konsep hunian masa kini dengan akses yang mudah serta berbagai macam fasilitas di sekitar lokasi potensial. Salah satunya, Grup Summarecon yang sebelumnya telah berhasil mengembangkan area Kelapa gading, kali ini melihat sebuah peluang baru pada salah satu kawasan hinterland, Tangerang.
Kawasan Gading Serpong sekitar 20 tahun yang lalu merupakan wilayah “antah berantah” . Wilayah ini merupakan perkampungan biasa yang juga dipenuhi hamparan hutan karet. Lalu pada tahun 2004 Summarecon dan Paramount mengambil alih wilayah ini. Infrastruktur mulai dibangun, pusat niaga perkantoran, ruko, sekolah, rumah sakit, club house hingga pusat perbelanjaan atau mal di tengah-tengah perumahan atau cluster yang saat ini telah di kembangkan oleh Grup Summarecon merubah kawasan yang dahulu merupakan perkampungan biasa dengan dipenuhi oleh hutan-hutan menjadi kawasan eksklusif yang diburu masyarakat.
Namun dibalik perkembangan Gading Serpong yang cukup pesat, kemewahan serta infarstruktur yang terlihat, masyarakat asli daerah tersebut harus mengalami penggusuran. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus pergi dari daerah tersebut. Segala macam cara dilakukan oleh para pemodal agar pembangunan tetap terlaksana. Saat ini hanya ada sekitar beberapa kampung yang masih bertahan, yang lokasinya tidak terlihat karena tertutup oleh infrastruktur serta bangunan-bangunan eksklusif.
Tulisan ini menjelaskan suatu perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat. Penulis melakukan suatu studi kasus pada suatu kawasan yang dahulunya merupakan suatu perkampungan yang dihiasi oleh hutan-hutan serta kebun-kebun dan saat ini telah menjadi kawasan emas properti, yaitu gading Serpong. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode qualititative research, dimana dalam pengumpulan data-data penulis menggunakan studi literatur serta melakukan wawancara. Pembahasan dalam tulisan ini akan dijabarkan dalam beberapa sub judul yaitu, Gading Serpong saat ini,  pertikaian antar kelas, dan  the impacts. Dalam sub judul Gading Serpong saat ini digambarkan bagaimana keadaan gading serpong pada masa sekarang, serta sedikit perbandingan dengan keadaan sebelumnya. Sub judul pertikaian antar kelas menjelaskan bagaimana pengambil alihan wilayah yang dilakukan oleh kelompok pemodal dari masyarakat asli daerah tersebut. Sedangkan sub judul the impacts menjelaskan perubahan-perubahan atau dampak yang terjadi dari perkembangan pesat Gading Serpong.

Gading Serpong Saat Ini
Gading Serpong kini tak ayal merupakan sebuah kota elit di wilayah Tangerang. Infrastruktur serta fasilitas yang tersedia cukup memanjakan masyarakat yang tinggal atau pun mengunjungi kawasan ini. Pada tahun 2007, Summarecon Serpong menghadirkan Summarecon Mal Serpong (SMS) yang pada saat itu merupakan tahap pertama dan tahap kedua pada tahun 2011 membangun Summarecon Mal Serpong 2 ditengah-tengah komunitas lokal Gading Serpong, Tangerang. Saat ini pembangunan mal bergeser ke arah pemukiman penduduk karena untuk memicu masyarakat diluar kota Tangerang untuk melirik wilayah Gading Serpong sebagai investasi atau tempat tinggal dan untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup warga sekitar. Pihak Summarecon ingin menjadikan Summarecon Mal Serpong sebagai pusat life-style dan fashion entertaining di wilayah Tangerang
Sejak tahun 2004 untuk tempat tinggal Grup Summarecon telah mengembangkan sebanyak 48 cluster untuk kawasan hunian dan komersial yang ditunjang oleh beberapa fasilitas pendukung seperti pasar modern, klub olah raga dan rekreasi, golf course and club, dan rumah sakit. Mengenai fasilitas pendidikan terdapat beberapa sekolah diantaranya Tunas Bangsa Christian School dan Sekolah Terpadu Pahoa. Lalu pada tahun 2005 didirikan Universitas Multimedia Nusantara dan pada tahun 2013 berdiri Surya University yang letaknya berdekatan dengan  Surya Research & Education (SURE) Center.
Sedangkan pihak Paramount Serpong, selain membangun rumah, juga mengembangkan kawasan komersial dengan membangun hotel bintang empat Aston Paramount dan kawasan pedestrian mirip Orchard Road di Singapura.
Dapat diamati bahwa pembangunan Gading Serpong tersebut terjadi dalam waktu yang relatif cukup singkat. Perkembangannya cukup pesat. Menurut Yakub, penduduk sekitar yang berprofesi Wiraswasta, Gading Serpong merupakan hamparan hutan dan kebun serta perkampungan- perkampungan kecil.
“Dulu, daerah gading itu masih kebun, saya inget masih banyak kebun kelapa sawit, sekarang gedung, ruko, mal, sekolah, semuanya ada,” tutur Yakub yang sudah cukup lama tinggal di Perum Kelapa Dua, salah satu perumahan yang letaknya cukup dekat dengan Gading Serpong.


Gambar 1. Dari atas, kiri ke kanan : Cluster Amethyst, Gerbang Cluster Amethyst Summarecon Mal Serpong dan UMN

Apabila kita kaitkan pembangunan dan perkembangan Gading Serpong dengan konsep Marx Historical Materialsm, yang mengungkapkan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kedudukan materinya[1], yang selanjutnya Marx mengangkat pemikiran August Comte tentang infrastruktur dengan supra-struktur. Dimana menurut Marx implikasi dari konsep Historical Materialsm adalah melihat economic structure sebagai awal dari semua kegiatan manusia. Economic Structure adalah penggerak perubahan yang akan memimpin perubahan termasuk proses perubahan sosial. Berawal dari pihak ambassador ( pengembang Gading Serpong) yang melihat kawasan ini memiliki potensi, lalu pusat perbelanjaan, ruko-ruko dan fasilitas penunjang lainnya dibangun, dengan interaksi-interaksi ekonomi yang mewarnainya sehingga membuat Gading Serpong saat ini menjadi begitu hidup dan menjadi kawasan emas properti.

Pertikaian Antar Kelas
Ketika grup Summarecon mengambil alih wilayah Gading Serpong, hak kepemilikan tanah pun berubah. Berbagai macam cara dilakukan agar konsep pembangunan kota mandiri nan modern tersebut tetap terlaksana. “Ya pengambil alihan lahan dilakukan berbagai macam cara, ada yang dibujuk, dirayu, dipaksa bahkan diinterversi,” jelas Yakub. Jumlah perkampungan yang ada di gading Serpong pun berkurang secara drastis, namun masih ada beberapa kampung yang masih bertahan. Beberapa kampung yang masih bertahan diantaranya adalah Kampung Panunggangan dan Kampung Kadipaten, Kampung Cibogo Wetan, dan Desa Curug Saereng. Menurut penuturan Ibu Isah, salah satu warga Kampung Panunggangan, masyarakat kampung mau tidak mau, tetap harus merelakan tanahnya. “Ya namanya juga orang kecil, pasti kalah sama orang yang berduit de,” ucapnya. Masyarakat asli Gading Serpong  yang telah menjual tanahnya mereka pun pindah, sehingga hal ini berdampak banyaknya pendatang di kawasan ini.
Kampung-kampung yang masih bertahan bukan berarti mereka dapat menjalani hidup dengan tenang. Berbagai macam bentuk inteversi atau penekanan mereka alami. Salah satu contohnya Kampung Saereng yang lahannya  sudah habis dijadikan real estate oleh Summarecon, namun ada beberapa kepala keluarga kampung yang masih disisakan. Letaknya dibelakang Dormitory kampus UMN (Universitas Multimedia Nusantara) yang tanah mereka belum mau dijual.


Gambar 2. Kantor Kelurahan Curug Sangereng
Kantor Kelurahan Curug Sangereng yang bersebelahan dengan Kampung Cicayur Bubulak masih di sisakan karena disebelahnya ada sekolahan SDN Cihuni 2, namun kondisinya sangat memprihatinkan. Jalan menuju kantor kelurahan sudah ditinggikan disekitarnya sehingga akses ke sekolah SD cukup sulit, dan apabila musim hujan akan terjadi banjir.
Bentuk intervensi lain yaitu seperti yang dialami oleh Kampung Cibogo Wetan, pihak Ambassador (pengembang Gading Serpong) membangun tembok beton yang memagari jalan sehingga  dimana ada sekitar 12 rumah warga menjadi tertutup akses keluar menuju jalan. Tembok beton setinggi 1,5 meter itu, dibangun tanpa ijin warga. Kampung Cibogo Kulon yang letaknya sekitar 1 km dari Kampung Cibogo Wetan tak luput dari perlakuan intervesi, di kampung ini ada sekitar delapan rumah warga yang dikepung oleh tembok beton yang mengelilingi pemukiman, bahkan di luar tembok digali lubang tanah selebar 2 meter dengan kedalaman satu meter. Untuk menuju rumah mereka, warga harus menempuh jalan melewati kebun dan semak belukar. Sehingga tak heran ratusan warga dari kedua kampung tersebut melakukan aksi penolakan berupa pemblokiran Jalan Gading Serpong yang melintasi jalan desa.
Kampung-kampung yang masih bertahan dikelilingi oleh real estate megah, sehingga menimbulkan stratifikasi sosial yang membentuk pola hubungan antar kelas. Banyaknya ruko, pusat perbelanjaan yang seharusnya dapat menyerap tenaga kerja termasuk penduduk sekitar, namun, karena tingkat pendidikan yang rendah menjadikan mereka tidak qualified dalam memenuhi kriteria yang diinginkan. Lembaga-lembaga pendidikan yang tersedia  yang notobene sekolah-sekolah bonafit yang berada di sekitar Gading Serpong, sudah barang tentu menjadi sesuatu yang tak terjangkau oleh masyarakat kampung tersebut. berdasarkan teori konflik Marx, munculnya stratifikasi tersebut karena keterpaksaan menerima dan ketidak berdayaan warga asli terhadap para pendatang (kelas atas). Stratifikasi sosial berakibat pula terhadap diskriminasi disegala bentuk. Mulai dari tembok batas perumahan hingga persyaratan tingkat pendidikan yang ditentukan kelompok kompleks untuk calon penjaga toko, yang bagi Marx dianggap sebagai kontrol untuk tetap bisa melanggengkan dominasinya.

The Impacts
Berubahnya Gading Serpong menjadi kawasan yang begitu hidup seperti saat ini, berjajarnya ruko-ruko, pusat perbelanjaan, serta huniah-hunian eksklusif yang menghiasinya tentu menghasilkan dampak-dampak perubahan pada daerah sekitarnya. Dampak- dampak tersebut sebagai berikut.
Harga tanah naik. Gading Serpong menjadi kawasan potensial dengan perkembangannya yang cukup pesat dalam kurun waktu 5 hingga 7 tahun terakhir. Sesaknya jumlah penduduk Ibu Kota dan ditambah makin terbatasnya lahan juga menjadi salah satu faktor pendorong para investor berbondong-bondong membangun proyeknya di wilayah suburban ini. Hal ini berdampak langsung terhadap naiknya harga tanah di Gading Serpong. Harga tanah di kawasan ini saat ini mencapai Rp18 juta per meternya. Angka ini naik drastis sekitar 300 persen dibanding lima tahun yang lalu.  Infrastruktur yang sangat mendukung, seperti jalan yang luas, serta bebas banjir membuat image kawasan ini menarik banyak minat. 
Munculnya berbagai macam etnis. Pembangunan Gading Serpong yang cukup pesat berimplikasi terhadap banyaknya para pendatang pada kawasan ini. Hunian-hunian ekslusif ditambah lembaga pendidikan tinggi seperti Universitas Multimedia Nusantara dan Surya University cukup berpengaruh banyak terhadap hadirnya para pendatang. Penduduk asli saat ini justru menjadi kalangan minoritas. Etnis tiongkok dapat dikatakan sebagai kelompok yang mendominasi di Gading Serpong saat ini.
Kontrakan dan kos-kosan sebagai usaha baru masyarakat sekitar. Dampak yang terjadi memiliki saling keterkaitan satu sama lain. Termasuk banyaknya para pendatang dengan hadirnya kontrakan dan kos-kosan. Banyaknya ruko, pusat perbelanjaan yang menghasilkan lapangan pekerjaan serta hadirnya lembaga pendidikan tinggi  yang menghadirkan para pendatang berimbas terhadap munculnya kontrakan ataupun kos-kosan. Hal ini terlihat dengan banyaknya kontrakan ataupun kos-kosan di sekitar daerah kampung-kampung yang masih bertahan di kawasan Gading Serpong dan di sekitar Perumahan Kelapa Dua, sebuah perumahan yang letaknya cukup dekat dengan Gading Serpong.


Gambar 3. Kos-kosan di daerah Gading Serpong dan sekitarnya

Kesimpulan
Salah satu karakteristik suatu masyarakat adalah bersifat dinamis, perubahan merupakan sesuatu yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. Ketika suatu perubahan terjadi, tentu menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Begitu juga halnya dengan yang terjadi di Gading Serpong. Konflik antara pihak ambassador dengan penduduk asli  mewarnai perubahan yang terjadi. Menurut Marx, perubahan sosial hanya mungkin terjadi karena konflik kepentingan material (benda) atau hal yang yang bersifat material (dibendakan). Konflik sosial dan perubahan sosial berasal menjadi satu pengertian yang setara, karena perubahan sosial berasal dari adanya konflik kepentingan material tersebut akan melahirkan perubahan sosial.[2]
Namun begitu, terdapat pula dampak-dampak positif yang terjadi akibat adanya perubahan ini, seperti yang telah disebutkan, tingginya harga tanah, kontrakan dan kos-kosan sebagai usaha baru masyarakat sekitar, dan tentu negara juga termasuk salah satu pihak yang diuntungkan karena pajak dari kawasan ini lebih tinggi dibandingkan ketika kawasan ini masih menjadi perkampungan biasa. Karena realitanya disaat pembangunan menciptakan kemakmuran bagi seluruh bangsa, pada saat yang sama pembangunan menciptakan kemelaratan bagi sebagian orang.[3]  Dan hal ini terjadi tidak terlepas karena kita berada pada era modern, dimana Comte dan Weber menyatakan bahwa manusia modern merupakan manusia yang mengedepankan rasionalitas, wujudnya adalah berkembangnya kapitalisme.


DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George, Douglas J Goodman. 2012. Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul : Kreasi Wacana
Rochajat Harun, Elvinaro Ardianto. 2011. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial Perspektif Dominan, Kaji Ulang dan Teori Kritis. Jakarta : Rajagrasido Persada
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, Dan Poskolonial. Depok : PT Rajagrafindo Persada

Online :
Adhi  Ksp. 2010.  Serpong, Dulu Hutan Karet, Kini Kawasan Emas Properti . (online) http://properti.kompas.com/read/2010/03/01/15252169/Serpong.Dulu.Hutan.Karet.Kini.Kawasan.Emas.Properti. Diakses : 26 Oktober 2014
M. Thita. 2008. Ada apa dengan Pembangunan Kota Serpong?. (online) http://thitamazya.blogspot.com/2008/08/ada-apa-dengan-pembangunan-kota-serpong.html. Diakses : 28 Oktober 2014
Udin. 2010. Sejarah Kampung Curug Nagreg. (online) http://klinikhati2.blogspot.com/2010/11/sejarah-kampung-curug-nagreg.html. Diakses : 28 Oktober 2014
http://www.summareconserpong.com/ . Diakses : 26 Oktober 2014





[1] Agus Salim. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm 29.
[2] Agus Salim. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm 38
[3] Rochajat Harun, Elvinaro Ardianto. Komunikasi Pembangunan dan Perubahan Sosial Perspektif Dominan, Kaji Ulang dan Teori Kritis ( Jakarta : PT Rajagrasido Persada, 2011), hlm 200

You May Also Like

5 comments

  1. makasih infonya.. salam kenal..
    lihat postingan terbaru ku nih..
    sekolah di summarecon bekasi

    ReplyDelete
  2. hasil tulisan yang sangat realistis dengan kondisi sekarang yang memang banyak pengembang yang berlomba lomba untuk menciptakan hunian impian dengan lokasi strategis dan fasilitas yang lengkap, namun masih ada kekurangan tulisan ini yang seharusnya juga menggambarkan dampak negatif bagi warga sekitar seperti debu, suara bising pembangunan dan segi kemanan karena banyaknya alat berat yang digunakan untuk proyek pembangunan dengan penduduk yang lalu lalang di sekitarnya. Mohon agar dapat dijadikan bahan tulisan selanjutnya dengan topik "Dampak pembangunan Proyek Summarecon Bekasi" sy bersedia untuk dijadikan sebagai narasumber beserta warga sekitar.Terimakasih.

    ReplyDelete
  3. Saya adalah warga kampung.kawasan summarecon dan paramount gading serpong. Harga tanah di kawasan saya sangat murah dibandingkan harga yg di jual oleh developer tersebut.
    Mereka terkadang tak mementingkan kami akan pindah kemana dan berapa harga tanah yg akan kami beli nantinya.

    ReplyDelete