Morning Light (Windhy Puspitadewi )

by - 5:02 AM


 
 

 “ aku ibarat bunga matahari Selalu menghadap matahari
Berusaha menjadi seperti matahari, tertekan saat sadar tak akan mampu
Terlalu menatap matahari, hingga lupa pada sosok sendiri
Hingga tak menyadari kelebihan dan keindahan diri sendiri“
Mungkin, itu merupakan kesimpulan yang dapat diambil saat membaca novel ini. Yang dapat ditarik semua orang, terutama mereka yang memiliki seseorang untuk dikejar.
Penuh dengan pelajaran dan kata yang indah serta menyentuh tentang hidup dan persahabatan. Devon, seorang anak pemain sepak bola terkenal yang terus dibawah tuntunan ayahnya untuk menjadi pesepakbola terbaik. Tak ada kata maaf untuk sebuah kesalahan kecil. Rasa cintanya pada sepak bola berubah menjadi rasa tertekan dan keharusan untuk memberi permainan terbaik.
Sophie, hidup dalam sosok ibunya, seorang penulis terkemuka. Membuatnya merasa harus menciptakan karya yang bermutu. Membuatnya merasa harus menjadi penulis yang menandingi ibunya. Membuatnya lupa bahwa menulis membutuhkan cinta, bukan harus. Membuatnya tak melihat hal yang sesungguhnya ia cintai.
Tak mudah bersaing, terutama dengan sosok yang telah meninggal. Itulah yang dihadapi Agnes. Tumbuh dalam keluarga dokter, dengan kakak yang memiliki segala kecerdasan, membuat agnes tumbuh dalam bayang – bayang sang kakak yang telah lama meninggal. Sadar akan ketakmampuannya, Agnes hanya memiliki memasak sebagai hidupnya. Namun perasaan telah mengecewakan, perasaan tak dicintai oleh orangtuanya, membuat Agnes selalu berpikir orangtuanya akan lebih senang jika ia yang meninggal.
Menjadi orang yang serba bisa, bukan berarti tak memiliki masalah. Julian, lahir dengan kemampuan fisik dan otak diatas rata – rata, tak membuatnya hidup bahagia. Selalu hidup dalam bayang – bayang sang kakak, membuatnya terus berusaha mengalahkan semua prestasi sang kakak. Ia berpura – pura tutup mata terhadap hal yang sesungguhnya ia cintai, ia memungkiri perasaan bahagia yang ia rasakan.
Bersama, mereka mencoba menghadapi masalah yang mereka hadapi. Terkadang mereka berselisih, terkadang mereka saling mencela, namun di balik itu semua, terdapat sikap saling percaya dan mendukung. Membuat mereka sadar, bahwa terkadang, berbicara itu perlu. Bahwa melihat kedalam diri sendiri itu penting. Bahwa terkadang, kelebihan itu terletak di belakang, hingga kita memerlukan sahabat kita untuk melihatnya. Karna jika kita selalu menatap cahaya itu, kita tak akan pernah menyadari cahaya yang ada di diri kita.

Sumber: http://id.shvoong.com/books/novel-novella/2181433-morning-light/#ixzz1rdcZCOjj

You May Also Like

0 comments